- Diposting oleh : Media Smantid
- pada tanggal : Mei 26, 2025
Klandestin
Karya : Kaylila Ailsabella
"Aku lelah."
"Baiklah, ayo kita istirahat sebentar di Elder Tree milik bangsa Elf di sana," ucap salah satu peri laki-laki dengan sayap kuning keemasannya. Dia adalah Jenggala Kai Reynand, Sang Peri Hutan yang menjadi pemandu karena telah mengabiskan waktunya menjelajahi hutan sebelum menjadi petualang bersama keempat peri lainnya.
"Tunggu sebentar! Apakah kalian tidak merasa aneh? Jika ini adalah tempat tinggal bangsa Elf, mengapa disini sangat sepi? Bahkan aku tidak melihat satupun Elf disini," ucap Marcel.
"Dan mengapa sebagian rumah di sini hancur?" tanya Rey.
"Sepertinya ada yang tidak beres. Ayo kita datangi salah satu rumah di sana!" ucap Naresh.
Tok tok tok
Ceklek
"Oh! Apakah kalian para petualang?" Elf dewasa dengan pakaian birunya membukakan pintu itu dan mempersilahkan mereka masuk. "Ayo cepat masuk, bahaya jika berlama-lama di luar rumah."
"Kami Klandestin, petualang yang kebetulan lewat sini untuk mencapai Kerajaan. Saya Rey Fortunio Harchie, dan dia Marcel Francisco Loris, kami adalah peri penyembuh. Lalu yang seperti beruang hutan itu Gemintang Hale Grissham, peri air," ucap Rey.
"Saya Jenggala Kai Reynand, peri hutan, dan dia saudara saya, Naresh Ryder Zeroun, Sang Peri Petarung."
"Saya Cedric, penjaga wilayah Everbloom. Dan ini adalah rumah Tetua Elfien, pemimpin bangsa Elf di Everbloom ini."
"Maaf, mengapa di sini sangat sepi? Bukankah bangsa Elf justru lebih sering beraktivitas pada malam hari?"
Elf tua bertelinga runcing dan pakaian hijau mendatangi mereka dengan tongkat tuanya. "Ya, benar yang kau katakan, Peri Hutan. Tetapi, akhir-akhir ini penyihir yang telah disegel oleh para peri puluhan tahun bangkit dan menyerang kami. Kami bangsa Elf yang tidak memiliki kekuatan seperti bangsa peri lainnya tidak dapat melawan dan hanya dapat bersembunyi seperti ini."
"Segel itu sudah terlepas sejak beberapa minggu yang lalu. Kami sudah mengirim permohonan bantuan dan perlindungan. Tetapi sampai sekarangpun prajurit dari Kerajaan Aetheria belum ada yang datang untuk membantu kami mengalahkan penyihir itu," ucapnya setelah terdiam beberapa saat.
Para anggota Klandestin saling tatap, kemudian mengangguk bersamaan. "Kami akan membantu kalian, bangsa Elf. Jadi, apakah kalian bisa menjelaskan dengan lebih rinci tentang penyihir itu?"
"Tunggu sebentar, apakah di sini tidak ada makanan?" tanya Gemi dengan wajah polos.
PLAKKK
"ADUHH!!! Aku hanya bercanda!"
—–—–—–—
"Jadi, penyihir itu bernama Elena Rosaline?"
"Ya, namanya Elena Ros-"
DUARR
"Sepertinya dia datang lagi," ucap Sang Tetua. "Ayo kita cek ke luar!" ajak Marcel.
"Wah wah wah, sepertinya para pahlawan sudah datang. Kalau begitu mari mulai pertunjukannya," ucap sang penyihir. Elena langsung menyerang dengan membabi buta. Tidak peduli seberapa parah rusaknya desa Elf.
Klandestin pun mulai membuat rencana untuk bertarung melawan Elena di luar wilayah tempat tinggal para elf. Gemintang yang menjadi umpan berusaha melindungi diri dari sihir kegelapan menggunakan gelembung air yang sudah diberi sihir suci milik Marcel.
Di sisi lain, Rey mencoba untuk memurnikan kegelapan dan menghancurkan tongkat sihir milik Elena. Elena yang menyadarinya pun langsung menyerang Rey.
"AKHHHHH!!!" Beruntungnya Jenggala langsung membuat alas dari tanaman rambat agar tubuh Rey tidak terbanting terlalu keras.
"BERANI-BERANINYA KAU MERUSAK KEINDAHAN TONGKATKU?!"
"Tongkat sihirnya. Semua kekuatannya ada di sana. Aku sudah berusaha menyucikannya, tetapi ternyata kekuatannya sangat besar. Aku hanya dapat menyucikan seperempat kegelapan di tongkat itu," ucap Rey dengan tergesa.
"Jenggala, bantu aku mengalihkan perhatian Elena! Kau, Gemi, bantu Rey dan Marcel untuk menghancurkan tongkat itu!" perintah dari Sang Peri Petarung yang tidak dapat dibantah oleh siapapun.
—–—–—–—
Brukk
"Jenggala! Apakah kau tidak apa-apa?" "Ya, ini tidak seberapa dibandingkan luka ditubuhmu, Naresh." ucap Jenggala jengah.
Ya, luka goresan di tangan dan tubuh Jenggala tidak ada apa-apanya dibandingkan luka sobek di lengan dan goresan di seluruh tubuh Naresh.
—–—–—–—
Hah hah hah
Deru napas mereka terdengar bersahut-sahutan.
"Rey, aku lelah. Bisakah kita makan sebentar?" tanya Gemi dengan wajah memelas.
"YANG BENAR SAJA GEMINTANG! CEPAT BERDIRI!"
"Bertahanlah sedikit lagi. Elena mulai kelelahan dan kehilangan setengah kekuatannya," ucap Marcel menyemangati.
"Huhuhu aku sangat laparr!!"
"Gemintang."
"BAIK."
—–—–—–—
DUARRR
"AKHHHHH!!!" Elena terjatuh dan tongkat sihirnya hancur berserakan.
"Ingatlah! Kemenangan kalian sekarang tidak ada apa-apanya. Di masa depan akan ada penyihir yang akan membalaskan dendam ku. Dia akan dibantu oleh seorang laki-laki dari bangsa peri yang akan membuat kerusakan di dunia peri. Hingga saat itu tiba, bersiaplah untuk kalah."
Tubuh Elena mulai menghilang sedikit demi sedikit menjadi abu karena sihir suci yang dilemparkan oleh Rey dan Marcel sedari tadi.
"Hingga saat itu tiba, kami akan tetap berlatih untuk mengalahkannya," ucap Jenggala tanpa ada keraguan sedikitpun.
Ya, benar. Bangsa peri dan elf bisa hidup hingga ribuan tahun. Berbeda dengan penyihir yang pada dasarnya hanya manusia biasa yang mempelajari sihir. Sihir yang dipelajari oleh manusiapun berasal dari para peri yang ingin membantu manusia. Akan tetapi, manusia tamak seperti Elena menyalahgunakan sihir itu untuk kepentingan pribadinya yang menyebabkan banyak makhluk lain menderita.
Para anggota Klandestin berjanji dalam hati mereka masing-masing untuk terus berlatih dan mengasah kemampuan mereka hingga saat itu tiba. Dan mereka berjanji akan selalu membantu makhluk lain yang membutuhkan pertolongan mereka.
—–—–—–—
"ASTAGA GEMINTANG!"
"APA?! Kita sudah menang. Jadi biarkan aku makan dengan damai. Jika kau juga ingin makan, maka duduklah! Tenang saja makanan di sini masih banyak," ucap Gemintang dengan mulut penuh makanan.
—–—–—–—
Sudah sepuluh tahun semenjak kematian Elena. Dan apa yang dia ucapkan terjadi lebih cepat. Sebenarnya, Naresh sudah mengetahui hal ini dari Tetua Elfien. Tetua dari bangsa Elf di Everbloom yang memang bisa meramal itu memberi tahu Naresh jika 'Si Penyihir Cantik' akan muncul lebih cepat.
Si Penyihir Cantik itu bernama Elisa Rosaline yang ternyata adalah anak dari Elena Rosaline. Dia menyerang dengan alasan balas dendam dan dibantu oleh salah seorang peri hebat di Aetheria.
Sangat sulit mengalahkan sang penyihir yang cerdik dan tau dengan detail kelemahan mereka. Beberapa kali mereka merasa terpojok dan kewalahan. Akan tetapi, akhirnya Elisa kalah oleh sihirnya sendiri yang dipantulkan kembali dengan perpaduan sihir milik Rey dan Gemi. Meski begitu, mereka belum bisa merasa lega karena laki-laki dari bangsa peri itu belum muncul di hadapan mereka. Jika peri itu tidak muncul sekarang, mereka khawatir akan terjadi pertempuran yang berkepanjangan.
"Berhati-hatilah, Naresh. Terkadang ada salah paham yang menyebabkan kerusakan."
Kata-kata itu terus berputar di kepala Naresh. Sebenarnya, apa maksud Tetua Elfien?
"Di mana Marcel?" tanya Naresh setelah sadar dari lamunannya.
"It- NARESH AWASSSS!!!"
DUARRRR
"AKHHHH"
"Kalian mencariku?" tanya Marcel dengan tampilan yang sedikit berbeda. Tubuhnya yang biasa terbalut pakaian khas petualang berubah menjadi pakaian sutra dengan jubah dan tongkat sihir berwarna hitam legam. Raut wajahnya yang merah padam karena amarah menimbulkan tanda tanya di kepala keempat anggota Klandestin. Ada apa dengan Marcel?
"Marcel, kau-" suara Gemi tercekat karena tidak percaya bahwa kakak kesayangannya merupakan laki-laki dari bangsa peri yang dimaksud. Rasa tidak percaya terus merembet di dalam hati Gemi.
"Ya, ini aku. Marcel Francisco Loris."
"Kenapa Marcel? Apakah kami memperlakukanmu dengan tidak baik?" tanya Jenggala setengah tidak percaya dengan apa yang ia lihat di depannya.
"Kalian memperlakukanku dengan sangat baik. Akupun menyayangi kalian seperti saudaraku sendiri. Sampai dimana, DIA MEMBUNUH ADIK PEREMPUANKU SATU-SATUNYA," teriaknya marah sembari menunjuk Naresh. Ketiga anggota Klandestin menoleh ke arah Naresh dengan wajah tidak percaya.
"Naresh, apakah benar yang dia katakan?" tanya Jenggala sembari menatap saudaranya dengan harapan jika Marcel hanya berbohong. "Ya, aku membunuhnya 12 tahun yang lalu," jawab Naresh dengan mantap.
"Berani-beraninya kau berucap seperti itu dengan santai! Terima semua pembalasanku, Naresh!"
Marcel menyerang Naresh dengan membabi-buta. Naresh yang sudah kelelahan melawan Elisa mulai kewalahan menangkis serangan-serangan dari Marcel. Luka di tubuh Naresh semakin banyak dan membuat sebagian tubuhnya mulai mati rasa.
"Bagaimana ini?! Apakah Naresh benar-benar membunuh Aurora?" tanya Gemintang kepada Jenggala. "Aku tidak tau, tapi aku percaya pada Naresh. Dia tidak akan melakukan sesuatu tanpa pemikiran yang matang. Aku yakin ini adalah kesalahpahaman."
Mereka mulai mencoba memisahkan Marcel dan Naresh. Tetapi, karena sengitnya pertarungan, mereka bertiga kesulitan mencari celah untuk memisahkannya. Gemi yang mulai jengah dan khawatir kedua temannya kenapa-kenapapun meledakkan bom air untuk memisahkan mereka berdua. Disaat yang bersamaan, Rey mulai menyerang kegelapan yang bersarang di dalam diri Marcel dengan sihir sucinya.
Berbeda dengan Naresh yang terlihat baik-baik saja, tongkat sihir hitam ditangan Marcel patah meninggalkan Marcel yang sudah sekarat dilahap asap kegelapan. Cahaya putih berputar mengitari Marcel seolah menyucikan Marcel dari segala sihir kegelapan.
"Marcel, apakah kau baik-baik saja?"
"Tidak perlu berpura-pura baik, Naresh. Ingatlah, kau adalah pembunuh adikku!" marah Marcel dengan tubuhnya yang penuh luka.
"Aku memang membunuh adikmu, Marcel. Tetapi memang itu seharusnya. Dia telah tiada sejak berusia 2 tahun. Dulu, orang tuamu yang juga peri penyembuh mengembangkan sihir untuk membangkitkan adikmu yang telah tiada karena penyakit yang ia derita," jelas Naresh.
"Tunggu, jadi pengobatan selama 2 tahun di Pusat Kerajaan Aetheria yang dikatakan orangtuaku hanya sebuah kebohongan? Yang pada kenyataannya mereka sedang mencoba membangkitkan adikku kembali?" tanya Marcel tidak percaya.
"Naresh, maafkan aku. Seharusnya aku tidak berbuat sampai seperti ini. Akulah yang melepaskan segel Elena Rosaline dan belajar sihir kegelapan darinya. Dan sebagai balasan, aku memberi jiwaku pada kegelapan. Maafkan aku yang-" ucapan Marcel tercekat karena rasa sesak di dalam hatinya. Air mata mulai berjatuhan, dan satu persatu anggota Klandestin mulai memeluk Marcel.
"Tidak, ini salahku yang sedari awal tidak menjelaskannya kepadamu."
Marcel tersenyum menatap keempat adiknya. "Jaga diri kalian baik-baik, ya. Maafkan aku yang belum bisa menjadi kakak yang baik untuk kalian. Maafkan aku yang egois mengikuti rasa dendamku. Selamat tinggal-" ucapan Marcel terpotong seiring dengan hilangnya tubuhnya menjadi abu karena sihir suci Rey yang melawan kegelapan di dalam diri Marcel.
"MARCELLLLL!!!" teriak mereka dengan histeris. Marcel pergi dengan senyum manisnya meninggalkan banyak kenangan dihati keempat adiknya.
—–—–—–—
Dua tahun berlalu semenjak kematian Marcel. Enam bulan pertama, banyak yang berubah dari anggota Klandestin yang tersisa. Gemintang yang sering murung dan kehilangan nafsu makan, membuat tubuhnya mulai mengecil. Jenggala yang selalu menguatkan pun diam-diam menangis disaat semua telah terlelap di gelapnya malam. Dan Rey yang biasanya berteriak memarahi Gemintang menjadi lebih sering terdiam dan melamun.
Sejujurnya, ada sebuah penyesalan besar di hati Naresh. Sebagai pemimpin, ia merasa gagal karena membiarkan Marcel memasuki dunia kegelapan. Seharusnya ia lebih cepat mengerti maksud dari perkataan Tetua Elfien. Tetapi nasi telah menjadi bubur, dan waktu akan terus berjalan tanpa peduli seberapa sakit luka yang mereka peroleh.
Kini, dalam hati yang terdalam, mereka berjanji tidak akan berlarut dalam kesedihan. Mereka akan melanjutkan hidup dengan menolong sesama dalam kelompok petualang bernama Klandestin.
-SkyLily